Kamis, 01 Desember 2016

nuzullul qur'an dan asbabunnuzulul Qur'an

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Al Quran merupakan Kalamullah yang diturunkan melalui perantara malaikat jibril kepada Rasulullah SAW untuk dijadikan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Di samping itu juga, Al Quran merupakan salah satu sumber hukum islam yang menduduki peringkat teratas dan seluruh ayatnya berstatus Qathiyah al Wurud, yang diyakini eksistensinya sebagai wahyu dari Allah SWT.
Sebagai petunjuk, maka ayat demi ayat itu harus dipahami maknanya serta mengerti kandungannya agar benar benar memberikan petunjuk kepada para pengikut-Nya. Untuk memudahkan pemahaman, para ulama terdahulu tak henti-hentinya mencurahkan segala kemampuan dengan menggali dan mendalami ayat ayat Al Quran sehingga lahirlah aneka ragam tafsir dan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi manusia.
Selain mengkaji dan mendalami kandungan ayat-ayat al Quran kita juga harus mengetahui bagaimana turunnya al Quran (Nuzul Al Quran). Turunnya al Quran merupakan suatu kejadian yang sangat mengagetkan sekaligus menggembirakan hati Rasulullah SAW. Sebagaimana turunnya surat Al Alaq:1-5, Nabi Muhammad SAW dalam menerimanya sangatlah berat karena diturunkannya lewat malaikat jibril sesosok yang membuat Rasulullah ketakutan. Begitu sulitnya Rasulullah ketika itu dalam menerima  wahyu hal ini membuktikan bahwa turunnya al Quran merupakan kejadian yang sangat luar biasa.
Dengan turunnya al Quran banyak hal yang perlu dikaji lebih mendalam lagi, terutama mengenai proses turunnya al Quran (Ilmu Nuzul Al Quran), hal ini sangat erat kaitannya dengan Rukun iman yang ketiga, yaitu meyakini dan mengimani adanya kitab kitab allah (Q.S Al Baqarah 2:285).
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan mengenai Nuzul Al-Qur’an dan Asbab Al Nuzul.


1.2. Rumusan masalah
1. Apa makna dan pengertian dari Nuzul Al Quran?
2. Bagaimana cara turunnya Al Qur’an?
3. Bagaimana cara Nabi Muhammad SAW menerima wahyu?
4. Apa definisi dari Asbab An-Nuzul?
5. Bagaimana cara mengetahui Asbab An-Nuzul?

1.3. Sistematika Pembahasan


















BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Nuzul Al Quran
Dalam bahasa Indonesia, Nuzul al Quran memiliki arti turunnya al Quran. Lafal nuzul (turun) dalam bahasa sehari-hari digunakan untuk menyatakan pindahnya suatu benda dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, misalnya kalimat Hujan Turun mengandung makna turunnya air hujan  dari langit ke bumi. Atas dasar itulah, al-Zarqani  mengatakan, jika dilihat dari segi bahasa, lafal nuzul memiliki arti pindahnya sesuatu dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Selain itu, lafal nuzul juga berarti bergeraknya sesuatu dari atas ke bawah, misalnya dalam firman Allah, Allah telah menurunkan hujan dari langit’’.
Adapun yang dikehendaki pada ungkapan Nuzul Al Quran bukan dalam makna harfiahnya, akan tetapi pengertian majazinya. Dengan demikian, ungkapan Nuzul Al Qurran harus dimaknai bahwa Al Quran telah disampaikan dan diberitahukan Allah kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW.
Penta’wilan lafal nuzul dengan I’lam menurut al-Zarqani lebih cocok serta sesuai dengan kedudukan dan eksistensi keagungan al Quran sendiri. Oleh karena nya ia mengatakan:
“Dan hendaknya pengertian majaz bagi Nuzul Al Quran adalah I’lam (pemberitahuan) Al Quran dalam semua segi dan aspek-aspeknya.’’
Pemahaman seperti itu didasarkan pada sebuah alasan bahwa lafal nuzul dalam kaitannya dengan Nuzul Al Quran bahwa lafal nuzul dalam kaitannya dengan Nuzul Al Quran dianggap sebagai ungkapan majaz istiarah tashrihiyah, yaitu menyamakan pemberitahuan seorang atasan kepada bawahan karena ada kesamaan (wajah jam’i) antara keduanya. Jadi, lafadz Nuzul akan bersifat hissi jika dihubungkan dengan bih, dan bersifat maknawi jika dihubungkan dengan musyabahnya. Penetapan lafadz inzal atau nuzul dimaksudkan untuk mengagungkan al Quran dan menunjukkan bahwa pemilik al Quran adalah Allah SWT, yang berkedudukan sangat agung. Tegasnya, lafal Nuzul digunakan dalam hubungan penurunan al Quran, bukan dimaksudkan untuk menimbulkan kesan Al Quran datan dari atas, melainkan bahwa Al Quran itu bersumber dari Dzat yang berkedudukan Maha Agung dan Maha Tinggi.

Cara turunya Al-Qur’an
Al Quran diturunkan dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW melalui beberapa tahap. Para ulama baik salaf maupun kholaf memiliki pandangan yang berbeda mengenai tahapan- tahapan tersebut. Pendapat pendapat ini terpecah menjadi 3 golongan:
Golongan yang pertama menyatakan bahwa al Quran diturunkan oleh Allaw SWT, melalui tiga tahap. Pendapat ini termuat dalam kitab Manahil Al ‘irfan karangan Al-Zarqani. Tiga tahapan tersebut meliputi:
Tahap pertama, Al Quran al Karim diturunkan Allah ke Lauh al Mahfudz. Diturunkannya al Quran pada tahap ini baik cara maupun waktunya tidak diketahui siapapun, kecuali hanya Allah sendiri dan yang dikehendaki-Nya untuk mengetahui beberapa hal yang bertalian dengan masalah gaib. Adapun yang dijadikan alasan adanya tahap ini adalah firman Allah dalam surat Al Buruj (85) ayat 21-22
‘’ bahkan yang didustakan mereka itu adalah Al Quran yang mulia, yang tersimpan di Lauh Mahfudz.’’
Tahap yang kedua, Al Quran diturunkan secara menyeluruh dari Lauh Al Mahfudz ke Bait al’Izzah (langit dunia) pada lailatut qadar yang penuh berkah di bulan Ramadhan. Hal ini diperkuat dengan kehadiran beberapa ayat al Quran dan beberapa hadis Nabi yang bersumber dari Ibn Abbas.Firman allah dalam surat Ad-Dukhan (44) ayat 3.
‘’ Sesungguhnya kami menurunkan al Quran pada suatu malam yang penuh berkah.’’
Firman allah dalam surat al Qadar (97) ayat 1.
 ‘’Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al Quran) pada malam yang penuh kemuliaan.’’
Firman Allah dalam surat Al Baqarah (2) ayat 185.
“Bulan Ramadhan, (yaitu) bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran.’’
Beberapa hadis Nabi yang diriwayatkkan al-Hakim Abu Hatim, Ibn Mardawiyah, dan lainnya yang bersumber dari Ibn Abbas. ‘’Sesunguhnya Al Quran diturunkan pada bulan Ramadhan, di malam kemuliaan (laialatul qadar), di malam barakah sekaligus, kemudian diturunkan dengan berangsur-angsur dalam tempo berbulan-bulan dan berhari-hari.’'
Tahap  ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari Bait al’Izzah kedalam hati Rasulullah SAW dengan perantara malaikat jibril secara berangsur-angsur.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 97.
“katakanlah, ‘Barangsiapa yang menjadii musuh Jibril, sesumgguhnya ia telah menurunkan Al-Qur’an ke dalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan kitab-kitab sebelumnya, dan menjadi petunjuk serta berita embira bagi orang-orang yang beriman.’’
Firman Allah dalam surat Al-Isra (17) ayat 106
“Dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur angsur agar kamu membacanya perlahan lahan kepada manusia, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.’’
Golongan kedua menyatakan bahwa Al Qur’an diturunkan dalam dua tahap. Pertama, dari Lauh al Mahfudz ke langit dunia dengan sekaligus dan yang kedua dari langit dunia kepada Nabi Muhammad SAW, dengan berangsur angsur. Pembagian ini didasarkan pada pendapat Shubhi al-Shalih yang membantah diturunkannya Al Qur’an dengan tiga tahap. Hal senada diungkapkan oleh al-Shabuny yang mengatakan bahwa Al-Quran diturunkan tidak lebih dari dua tahap. Kedua pendapat ini mengacu kepada pernyataan al-Sya’bi yang aslinya bernama ‘Amir Ibn Syarahbil dan terkenal dengan julukan Abu Amr. Beliau merupakan ulama terkemuka dari kalangan mazhab Hanafi dan dipandang sebagai Imam Ahli Hadis dan Fiqih. Golongan ini menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap.Tahap yang pertama, Al-Quran diturunkan Allah dari Lauh Mahfudz ke Bait al’Izzah (langit dunia) sekaligus pada Lailatul Qadar. Tahap kedua, Al-Qur’an diturunkan dari langit kebumi kepada Nabi Muhammad SAW, secara bertahap dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun.
Golongan ketiga berpendapat bahwa Al-Qur’an al-Karim diturunkan Allah SWT, ke langit dunia sebanyak 23 kali Lailatul Qadar. Dari setiap Lailatul Qadar itu diturunkan sekumpulan ayat-ayat-Nya dengan sekaligus, kemudian dalam satu tahun penuh baru diturunkan kepada Nabi SAW dengan berangsur-angsur. Demikianlah tahun demi tahun, sehingga lengkaplah al-Qur’an itu diturunkan dalam 23 malam (lailah) al Qadar secara sekalligus, dan berangsur-angsur diturunkan kepada Nabi SAW.

Banyak sekali riwayat shahih yang menerangkan bahwa Al Quran diturunkan secara berangsur angsur. Secara eksplisit, ayat-ayat diatas (17:106, 25:30, 2:97) yang dijadikan alasan pendapat pertama dan kedua diatas, menunjukan seabagai dalil dan bukti turunnya Al Quran secara berangsur-angsur. Selain itu, ada beberapa ayat yang senada dengan ayat-ayat tersebut, diantaranya:
Firman Allah dalam surat Asy-Syu’ara (26) ayat 192-195
“Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh al Ruh al Amin (Jibril), kedalam hatimu(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang yang memberi peringatan, dengan bahasa arab yang jelas.’’
Ayat-ayat tersebut menunjukan bahwa Al Quran disampaikan kedalam lubuk hati Nabi Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril secara berangsur angsur.

Cara Rasulullah SAW menerima wahyu
Rasulullah SAW menrima wahyu pada usia 40 tahun. Pemberian wahyu oleh Allah dilakukan dengan cara yang beragam seperti yang dijelaskan oleh Prof MM Al-A’zami dalam bukunya The History Of The Quranic Text dimana dalam buku tersebut, ia menyebutkan bahwa penerimaan wahyu yang dialami oleh Rasulullah SAW jauh berada diluar jangkauan manusia.
Wahyu tersebut diterima oleh Rasulullah dalam berbagai cara.
Seperti bunyi lonceng yang sangat keras
Keterangan ini berasal dari percakapan Rasulullah dengan Al Harist bin Hisyam.
Al Harist bin Hisyam bertanya, “wahai Rasulullah, bagaimanakah wahyu itu sampai kepadamu?’’ Rasulullah menjawab, “ Kadang-kadang seperti bunyi lonceng. Dan itu sesuatu yang paling dahsyatyang sampai kepadaku, kemudian lenyap dan aku dapat mengulang apa yang dikatakan.’’
Malaikat Jibril datang dengan menyerupai manusia.
Dari kelanjutan percakapan diatas Rasulullah SAW berkata,
“Kadang-kadang malaikat hadir dalam jelmaan manusia dan berkata kepadaku dan aku dapat memahami apa yang dikatakannya.”
Malaikat Jibril datang dengan wujud asli.
Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW disampaikan oleh malaikat jibril dengan wujud asli sehingga membuat Rasulullah SAW saat itu ketakutan.
Datang secara tiba-tiba
Wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW datang secara tiba-tiba ketika sedang berbicara kepada manusia yang lain. Seperti kisah Ibnu Ummi maktum yang keberatan untuk berjihad dikarenakan kebutaan. Rasul pun langsung mendapatkan wahyu yang masuk dalam hatinya.
Turun setelah kejadian
Saat itu istri Rasulullah SAW yakni Siti Aisyah ra tertimpa fitnah ia dituduh telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji dengan salah seorang sahabat. Rasulullah SAW menjadi sangat sedih atas kejadia tersebutdan turunlah wahyu Allah berupa Surat An Nur ayat 16.
Demikianlah cara Rasulullah menerima Wahyu dari Allah SWT.
Setelah kita mengetahui proses turunnya Al Quran tentu saja kita ingin mengetahui sebab sebab diturunkannya Al Quran (Asbab Al Nuzul).
Pengertian Asbab An Nuzul
Asbab Al Nuzul mengandung arti peristiwa peristiwa khusus yang terjadi di masa Rasulullah SAW yang melatar belakangi turunnya ayat ayat Al Quran, baik berupa jawaban penegasan, ataupun teguran terhadap peristiwa tersebut.Para ahli memberikan definisi Asbab Al Nuzul ini dengan redaksi berbeda beda.
Menurut al- Zarqani,
“Sabab al Nuzul adalah diturunkannya suatu ayat atau beberapa ayat (Al-Quran) sebagai jawaban peristiwa (sebab) atau sebagai penegasan hukumnya yang terjadi dikala itu.’’
b. Menurut Shubhi al-Shalih,
“Sabab al Nuzul adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau sebagai jawaban terhadap sebab itu atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu.
Kedua definisi tersebut mengandung arti bahwa sebab turunnya suatua ayat kadangkala diawali dengan bentuk peristiwa, atau sebagai jawaban dari pertanyaan, atau sebagai penegasan hukum. Maksud dari peristiwa tersebut adalah kejadian yang terjadi di zaman Rasulullah SAW, baik kejadian yang di alami oleh Rasulullah SAW, keluarganya, ataupun sahabatnya.
Cara mengetahui Asbab al Nuzul
kedudukan dan pentingnya ilmu asbab an nuzul

Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat mempunyai peran yang sangat signifikan dalam memahami Al-Qur’an. Di antara fungsi dan manfaatnya adalah mengetahui hikmah ditetapkannya suatu hukum. Di samping itu, mengetahui asbab al-nuzul merupakan cara atau metode yang paling akurat dan kuat untuk memahami kandungan Al-Qur’an. Alasannya, dengan mengetahui sebab, musabab atau akibat ditetapkannya suatu hukum akan diketahui dengan jelas.[6]
            Berikut ini paparan dua kisah yang dapat dijadikan dasar bagi kita, betapa tanpa mengetahui sebab-sebab turunnya ayat, banyak mufasir yang tergelincir dan tidak dapat memahami makna dan maksud sebenarnya dari ayat-ayat Al-Quran.
            Pertama, kisah Marwan ibn Al-Hakam. Dalam sebuah hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Marwan pernah membaca firman Allah SWT, yang artinya:”Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan yang belum mereka kerjakan terlepas dari siksa. Bagi mereka siksa yang pedih.” (QS. Ali Imran: 188)
            Setelah membaca ayat tersebut, Marwan berkata, “Seandainya benar setiap orang yang merasa gembira dengan apa yang telah dikerjakannya dan suka dipuji atas apa yang belum dilakukannya akan disiksa, maka semua orang juga akan disiksa.” Secara tekstual, apa yang dipahami Marwan adalah benar. Namun, secara kontekstual tidaklah demikian. Ibn ‘Abbas menjelaskan bahwa ayat tersebut sebetulnya turun berkenaan dengan kebiasaan Ahl Al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) dalam berbohong. Yaitu, jika Nabi Muhammad SAW bertanya tentang sesuatu, mereka menjawab dengan jawaban yang menyembunyikan kebenaran. Mereka seolah-olah telah memberi jawaban, sekaligus mencari pujian dari Nabi dengan apa yang mereka lakukan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
            Kedua, kisah ‘Utsman ibn Mazh’un dan ‘Amr ibn Ma’dikarib. Kedua sahabat ini menganggap bahwa minuman keras (khamar) diperbolehkan dalam Islam. Mereka berdua berargumen dengan firman Allah SWT, yang artinya:”Tidak ada dosa atas orang-orang yang beriman dan beramal saleh mengenai apa yang telah mereka makan dahulu.” (QS. Al-Maidah: 93). Seandainya mereka mengetahui sebab turunnya ayat tersebut, tentu tidak akan berpendapat seperti itu. Sebab, ayat tersebut turun berkenaan dengan beberapa orang yang mempertanyakan mengapa minuman keras diharamkan? Lantas, apabila khamar disebut sebagai kotoran atau sesuatu yang keji (rijs), bagaimana dengan nasib para syahid yang pernah meminumnya? Dalam konteks itulah, QS. Al-Maidah turun untuk memberi jawaban. (HR. Imam Ahmad, Al-Nasai, dan yang lain)
            Begitu juga dengan firman Allah SWT yang artinya:”Maka ke arah mana saja kamu berpaling atau menghadap, di sana ada Wajah Allah (Kiblat/ Ka’bah). (QS. Al-Baqarah: 115). Seandainya sebab turun ayat tersebut tidak diketahui, pasti akan ada yang berkata, “Secara tekstual, ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang melakukan shalat tidak wajib menghadap kiblat, baik di rumah maupun di perjalanan.” Pendapat seperti ini, tentu saja bertentangan dengan ijma’(konsensus para ulama). Namun, apabila sebab turunnya diketahui, menjadi jelas bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan pelaksanaan shalat sunnah di perjalanan (safar). Selain itu, juga berkenaan dengan orang yang melakukan shalat berdasarkan ijtihadnya, kemudian sadar bahwa dia telah keliru dalam berijtihad.
            Asbabun nuzul memiliki kedudukan (fungsi) yang penting dalam memahami/menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an, sekurang-kurangnya untuk sejumlah ayat tertentu. Ada beberapa kegunaan yang dapat dipetik dari mengetahui asbabun nuzul, diantaranya:
a.       Mengetahui sisi-sisi positif (hikmah) yang mendorong atas pensyari’atan hukum.
b.      Dalam mengkhususkan hukum bagi siapa yang berpegang dengan kaidah:” bahwasanya ungkapan (teks) Al-Qur’an itu didasarkan atas kekhususan sebab, dan
c.       Kenyataan menunjukkan bahwa adakalanya lafal dalam ayat Al-Qur’an itu bersifat umum, dan te